Skip to main content

Ustadz Kampung: Chapter 1. Co*i Bareng

 Hallo perkenalkan nama ku ardy. Umur ku 28 tahun saat ini, aktivitas ku tidak jauh jauh dari yang orang-orang desa lakukan, kadang aku bertani. Di bilang cukup ya di cukup-cukupi saja. 

Alhamdulillah untuk penampilan ku termaksud yang tidak jelek, hidung mancung, tinggi dengan badan tegap, dan banyak orang yang mengatakan aku termaksud tampan. 

Aku sangat bersyukur bisa mempunyai istri yang cantik, dan mau menerima saya apa adanya. 

Biasanya saya akan berusaha untuk menambah penghasilan dengan mengisi kajian-kajian ceremah dan khotbah jumat.

Itu semua aku lakukan untuk menambah sedikit nafkah. Walaupun tidak banyak tapi alhamdulillah Cukuplah untuk beli beberapa kilo beras dan lauk. 

Di kampung ku aku berperan sebagai seorang ustadz, karena asal ku dari pondok pasantren. Sehingga sering kali aku menjadi imam sholat di kampung ku. Maka dari orang kampung sering memanggil ku dengan sebutan ustadz. 

Ada satu hal yang harus ku beritahu pada kalian bahwa sebenarnya aku mempunyai nafsu yang sangat besar. Entah kenapa nafsu ku ini selalu muncul, membuat ku merasa frustasi. 

Saya sangat bersyukur saat ini saya memiliki seorang istri, kalau tidak saya pasti kebingungan melampiaskan hasratku ini kepada siapa. 

Tapi ada juga masa-masa saat istri saya tidak dapat melakukannya yaitu saat istri saya sedang haid. Dan itu adalah ujian bagi ku yang harus menahan nafsu ini sampai istri saya menyelesaikan masa haidnya itu. 

Ah jujur itu sangat menyiksa. 

Seperti saat ini, saya sedang bertani. Memanen hasil tani saya. Di dalam celana saya sangat sulit di ajak kerja sama. Di bawah ini selalu saja nganceng membuat sesak celana ku. Untung saja aku selalu memperbaiki posisi burung ku ini. Agar tidak terlalu terlihat nampak oleh mata. Akan sangat malu jika ada orang yang melihat ini semua. Seorang ustadz yang sange ah memikirkannya sangat memalukan.

Hasil panen ku telah selesai, biasanya sebelum dzuhur aku selalu berusaha kembali lebih awal. Karena saya harus memimpin sholat dzuhur. 

Setelah menaruh hasil panen, saya mulai bergegas mandi dan mulai berangkat ke mesjid. Alhamdulillah masih belum terlambat, saya mulai melaksanakan sholat mengimami makmum. Setelah selesai sholat saya berjalan kembali ke rumah. Di perjalanan pulang tiba-tiba ada seorang yang menyapa ku. 

"Ustadz" Aku menoleh ke arah sumber suara. 

"Eh bagas ada apa?" 

Bagas merupakan pemuda kampung sini juga, mungkin umurnya 5 tahun di bawah ku. 

"Gak papa, hanya ingin pulang juga kebetulankan searah" 

"Owh gitu, ayoklah kalau gitu"

"Gak kerja kamu?" Tanya ku basa-basi. 

"Enggak hari ini libur" Jawab bagas. 

"Baguslah kalau gitu bisa istirahat sejenak" 

"Ia, btw ustadz abis ini ngapain?" 

"Paling mau ke rumah istirahat sejenak"

"Bagas boleh main ke rumah ustadz? Gabut soalnya gak tau mau kemana" Tanya bagas. 

"Boleh kok"

Kami alhasil mulai berjalan bersama ke rumah ku. Setibanya di rumah ku, aku mempersilahkan bagas untuk duduk di ruang tamu. Sedangkan aku mulai berganti pakaian memakai pakaian biasa. Kaos hitam polos, serta celana pendek selutut. Setelah itu aku mulai menyiapkan teh buat bagas. 

"Wih ustadz gak perlulah sediain teh segala"

"Gak papa, lagian hanya ini yang bisa di sajikan. Biasanya istri saya yang buat cemilan, cuman beliau lagi jualan di pasar"

"Berarti ustadz sendiri di rumah?"

"Ia biasanya istri saya pulangnya abis ashar"

"Kalau ustadz dah ada anak pasti ustadz dah ada yang temenin kalau istrinya ke pasar"

"Haha ia tapi mau gimana lagi, belum rezekinya"

"Emang ustadz jarang bikin sama istrinya?" 

"Ya pasti sering bikin cuman ya itu anakkan titipan. Jadi mungkin untuk sekarang ini belum di kasih sama yang maha kuasa"

"Aku doain semoga bisa dapat momongan"

"Amin terimakasih bagas doanya"

"Tentulah"

"Eh ustadz aku baru sadar, badan ustadz bagus banget ternyata. Sering olahraga?"

"Ya olahraganya paling angkat-angkat hasil panen"

"Jadi ini kebentuk sendiri gitu?"

"Ia"

Mungkin karena kaos ku yang ketat dan tipis membuat badan ku telihat semakin menonjol. Aku tidak terlalu memperdulikan sebenarnya karena ya ini yang biasa saya kenakan jika berada di rumah. 

"Boleh bagas sentuh ustadz?"

"Boleh" 

Mendengar itu bagas mulai mendekat, perlahan dia mulai menyentuh lengan ku. 

"Keras banget ya, punya ku gak sekeras ini" Ucapnya sambil membandingkan dengan lengannya. 

"Bahkan dada ku tidak sekeras punya ustad" 

Aku baru sadar kalau ternyata sekarang bagas mulai meraba-raba dada ku. Jujur adengan ini terasa aneh bagitu. Aku tau ini berlebihan tapi entah kenapa aku tidak memperdulikan hal tersebut. Apalagi saat beberapa kali bagas mulai menyentuh puting ku. Entah kenapa rasanya sangat geli. 

Bahkan aku tidak sadar jika kontol ku sudah bereaksi. Ah sangat memalukan. Aku berusaha menghalangi dengan tengan ku agar tidak terlalu terlihat oleh bagas. Aku berharap bagas tidak memperhatikannya. 

Setelah selesai meraba-raba, bagas mulai kembali duduk. Akhinyar aku merasa legah, Dia duduk di depan ku kami berjarak depat hanya terhalang oleh meja. Kemudian dia mulai duduk Sambil menikmati teh yang ku sajikan tadi. 

Ah tapi entah kenapa kontol ku tidak bisa tertidur, masih terus nganceng. Astaga apa ini godaan setan, benar-benar hebat. 

"Istri ustadz pasti suka, punya suami macam ustadz, tampan, badannya bagus lagi" Serunya. 

"I ia alhamdulillah"

"Ustadz kenapa?" Tanya bagas penasaran. 

"Gak papa" Jawab ku mengelak. 

Bagas mulai menyadari kegelisahan ku. Dia menatap tangan ku yang sedang berusaha menutup gundukan celana ku. 

"Astaga ustadz sange?"

Mendengar itu membuat ku sangat malu. Aku kepergok nganceng olehnya. Aku hanya diam membisu. 

"Tidak apa-apa ustadz, semua orang juga pasti pernah sange"

"Ma maaf" 

"Tidak apa-apa kok, namanya juga cowok. Aku juga sering begitu biasanya aku lampiasinnya sendiri"

"Maksudnya?"

"Itu loh coli, ustadz tidak tau? Untung saja ustadz sudah punya istri"

"Emang coli itu apa?" Tanya ku penasaran, karena memang itu sebutan yang baru untuk ku. 

"Ngocok kontol. Jadi biasanya kalau lagi sange kontol kita akan di kocok seperti ini" Sambil memperagakan dengan tangannya saat memegang kontol. 

"Mau saya peragain?" Tanya bagas yang membuat saya kaget. 

"Ti tidak usah gas"

"Gak papa biar ustadz lebih paham" Bagas mulai berdiri dan menutup pintu. 

"Kenapa di tutup?" 

"Biar lebih privasi, kan gak enak lagi bikin lalu ada yang bertamu" Jawabnya membuat ku mengangguk setuju. 


Setelah di rasa semua dah aman dia mulai melorotkan celana jeansnya di hadapan ku, aku benar-benar kaget melihat tingkah bagas itu. 

Kontolnya terpampang nyata di depan ku nganceng maksimal, bahkan precumnya sudah keluar sedikit-sedikit. Jembutnya benar-benar lebat. 

"Astaghfirullah bagas, pakai kembali celananya"

"Ya bagemana mau di contohin kalau aku gak buka celana" Aku terdiam mendengar perkataan itu. 

Kemudia bagas duduk di bangku di depan ku. Kita saling pandang-pandangan. Badannya mulai bersandar lalu kakinya di buka lebar. Tangannya mulai memegang kontolnya dan dengan perlahan mulai mengocoknya dengan arah naik turun. 

"Stsss ahh nah gini ustadz caranya" 

Mendengarnya mendesah entah kenapa terdapat sensai yang baru bagi ku. Bahkan tampa ku sadari, tangan yang tadi kugunakan untuk menutupi jondolan celana ku. Kini perlahan mulai meremas-remas kontol ku. 

Tangan bagas yang satunya dia gunakan untuk mengocok sedangkan tangannya yang lain dia gunakan untuk meremas-remas putingnya dari balik kaosnya.

"Ustadz juga harus coba, semakin di tahan semakin menyiksa loh"

Tapi jujur saja membuka celana ku di hadapan orang baru benar-benar sangat memalukan. 

"Malu saya"

"Kenapa musti malu, lagian sama-sama laki-laki"

Bagas akhirnya mulai berdiri, dia berjalan ke arah ku. Dia mulai berlutut di depan ku. 

"Biar aku bantu ustadz" Entah kenapa aku tidak bisa menolak ajakannya. Jujur saja saat ini juga aku sanagt sange. Jadi aku memilih untuk tetap diam saja membiarkan bagas yang melakukannya. 

Bagas menarik pelan celana ku sampai mata kaki, dan aku membiarkan kontolku berdiri tegak di depannya. 

"Wis ustadz, kontolnya besar banget" Serunya terlihat terkejut. 

"Lihat ni bahkan ukurannya lebih besar dari pada punya ku, bahkan lebih panjang" Serunya lagi sambil membandingkan punyanya dengan punya ku. 

"Nah pertama-tama ustadz pegang kontol ustadz" Aku pun menurutinya. Bagas mulai menarik baju ku dan melepaskannya. Ah kini aku benar-benar telanjang bulat. Ini pertama kali bagi ku mempertontonkan tubuh ku selain pada istri ku. 

"Nah lalu tangan yang satunya pegang puting ustadz seperti ini" Ucapnya sambil mencontohkannya. Aku menirunya dengan baik. 

"Ahhhk"

desah ku seketika saat mulai memelintir puting ku. Rasanya benar-benar enak. Kontol di kocok dan puting di pelintir benar-benar kombinasi yang luar biasa. 

Bagas kembali duduk di tempatnya tadi sambil berhadap-hadapan kita berdua mulai mengocok bersamaan. 

"Akhh ustadz enakkan?" Tanya bagas. 

"Stsss ahhk i ia" Jawab ku. 

Kita saling membalas dengan desahan

"Stsss akhhh" 

"Anjing enak banget akhhh" Racau bagas. 

Melihatnya keenakan membuat ku makin terangsang. Bahkan kakinya di buka lebar sampai di naikan ke atas meja ku.aku dapat melihat lubang pantat bagas yang telah dikelilingi rambut halus. Namun, Aku tidak mempermasalahkan itu malah semakin dia keenakan itu juga semakin membuat ku keenakan. 

"Akhhh ustadz ahkkk enak banget, kontol ustadz gede banget, badan ustadz juga bagus banget" Racaunya sambil memujiku, dia benar-benar seperti orang keenakan. 

Entah kenapa itu membuat ku makin terangsang bahkan kontol ku sudah terlihat basah oleh percum ku sendiri. Entah sudah berada banyak precum yang keluar hingga membuat kontolku lengket seperti ini. 

"Akhh bagas aku mau keluar stsss" Racau ku saat ku rasa aku mulai mencapai puncak. 

"Stsss akhhh aku juga ustadz, kita keluar bersamaan" Ucapnya. 

Kocokan ku semakin di percepat dengan puting masih terus di pelintir. Begitupun dengan bagas. Kita berdua mulai mempercepat kocokan kita. 

"Akhh anjinggg aku keluar"

"Aku juga stsss akhh"

"Croot Crott Crotttt" 

"Croot Crott Crotttt"

Kita berdua muncrat bersamaan. Aku mengarahkan kontol ku kedepan hingga spermu ku muncrat jauh tepat terkena paha bagas. Sedangkan bagas dengan posisi kaki di atas meja membuat spermanya muncrat sampai terkena baju yang masih dikenakannya bahkan membasahi wajahnya. 

Kami berdua menghela nafas bersamaan seakan sangat kelelahan. 

Aku masuk kedalam untuk mengambil tisu yang terletak di meja makan. Aku memberikannya pada bagas yang masih duduk lemas. 

"Makasih ustadz" Ucapnya sambil mengambil tisu tersebut dan begitupun dengan ku. Aku mulai mengambil dan mulai membersihkan sisa-sisa sperma. Yang muncrat tidak karuan. 

Setelah itu aku dan bagas mulai merapikan pakaian kami. 

"Bagas" Panggil ku saat dia mau beranjak pergi. 

"Iya ustadz?"

"Soal tadi hmm" Jawab ku ketakutan. 

"Aku paham tenang saja ini rahasia kita berdua" Aku menghembuskan nafas legah. 

"Tapi ada syaratnya ustadz"

"Hah syarat?" Tanya ku terkejut. 

"Kapan-kapan kita lakukan lagi ya? Ternyata lebih asik coli bersama dari pada sendiri" Serunya. 

"Haha baiklah insyaallah"

"Saya balik dulu ustadz assalamualaikum"

"Waalaikumsalam"


To Be Continue


Comments

Popular posts from this blog

Ustadz Kampung: Chapter 8. Rumah Kosong

Malam ini, bulan sabit tipis menggantung di langit, cahayanya nyaris tak menembus pekatnya kegelapan di sudut kampung. Udara dingin mulai merasuk, menusuk tulang. Saya memutuskan untuk berjalan-jalan sendirian, mencari udara segar sekaligus mencoba menenangkan pikiran yang terus-menerus digerayangi bayangan orang-orang dan dosa manis yang kami bagi. Rasanya seperti ada kekosongan yang terus menuntut untuk diisi, sebuah gairah yang tak pernah padam. Dildo yang biasa saya pakai sengaja saya tinggalkan di rumah tentu saja di tempat yang aman, karena malam ini, entah kenapa tidak ingin mengenakannya.  Saat saya berjalan menyusuri jalan setapak yang sepi, sebuah bayangan muncul dari balik pohon mangga tua. Seorang pria melangkah keluar dari kegelapan. Itu Ian. Saya mengenalnya. Ian adalah salah satu pemuda kampung yang jarang terlihat di masjid, tapi sering terlihat nongkrong di warung kopi. Umurnya sekitar 25 tahun, lebih muda dari saya, dengan tubuh yang kurus namun atletis, rambutnya...

Ustadz Kampung: Chapter 7. Ustadz firman

Sudah beberapa hari sejak kejadian mendebarkan di rumah Ustadz Firman. Sejak itu, saya dan Ustadz Firman jarang sekali berinteraksi. Dia masih terlihat menghindar, namun kali ini, ada sesuatu yang berbeda. Ada semacam kerinduan yang samar di matanya setiap kali kami berpapasan, sebuah tarikan tak terlihat yang kami berdua rasakan. Saya tahu, ia pasti kepikiran tentang kejadian itu karena hampir ketahuan membuat hasrat kita tertunda, itu kenikmatan yang terlarang namun begitu memabukkan baginya. Saya juga merasakan hal yang sama. Setiap kali istri saya pergi berjualan atau tidur, bayangan tubuh Ustadz Firman, desahannya, dan sentuhannya kembali menghantui terutama kontolnya.  Pagi itu, istri saya pamit untuk pergi ke pasar. Dia bilang akan pulang menjelang sore. Artinya, rumah akan kosong. Saya memutuskan untuk menghabiskan waktu dengan membaca kitab di ruang tamu, mencoba menenangkan diri. Namun, pikiran saya terus-menerus melayang pada Ustadz Firman. Tidak lama setelah istri saya ...

Fikri Pemuda Kampung: Chapter 1. Posisi 69

Desa Mandiri, dengan udara pegunungan yang sejuk dan rumah-rumah kayu yang berjejer rapi, selalu menjadi tempat yang tenang bagiku. Usia 31 tahun, duda tanpa anak. Istriku tak sanggup dengan kehidupan desa yang pas-pasan, membuatnya memilih bercerai. Padahal, untuk penampilan aku tergolong tampan, sering jadi incaran wanita, badan bagus, tinggi, alis tebal. Semua orang terpana dengan penampilanku. Tapi, tampan saja sepertinya tak cukup, karena rumah tangga butuh uang. Sejak bercerai, aku memilih tak lagi memikirkan cinta. Sore itu, aku berjalan santai menuju rumah Rian, sahabatku sejak kecil. Rian, setahun lebih muda dariku, punya aura lebih berani dan sedikit nakal, kontras dengan sifatku yang cenderung kalem. Kami sering menghabiskan waktu bersama, entah main bola di lapangan desa, memancing di sungai, atau sekadar ngobrol ngalor-ngidul di teras rumah Rian. Namun, sore ini, obrolan kami akan membawa kami ke wilayah yang belum pernah kujelajahi. "Assalamu'alaikum, Yan!" ...