Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam WIT saat saya meninggalkan rumah Ian. Tubuhku terasa lemas, lubang pantatku perih namun juga puas setelah bermandikan sperma lima pemuda. Rasa malu dan kenikmatan kini bercampur aduk, menciptakan sebuah konflik batin yang tak berkesudahan. Saya bahkan tidak sempat membersihkan diri dengan sempurna. Aroma sperma kering dan keringat masih melekat di kulitku. ah bagaimana jika aku ketahuan sama bapak-bapak ini.
Seharusnya saya pulang, mandi, dan tidur saja. Namun, malam ini adalah jadwal ronda saya. Saya tidak mungkin mangkir. Dengan langkah berat dan hati yang gelisah, saya berjalan menuju pos ronda. Saya hanya mengenakan jubah hitam longgar tanpa dalaman, seperti biasa. Saya berusaha berjalan senormal mungkin, meskipun setiap langkah membuat lubang pantatku terasa sakit dan becek karena ada sedikit sisa sperma yang meluap keluar, membasahi kain jubah bagian belakang.
Sesampainya di pos ronda, saya melihat sudah ada beberapa orang yang berkumpul. Ada Pak RT yang berusia 43 tahun, dengan tubuh agak gemuk dan rambut mulai memutih di pelipis. Raut wajahnya selalu terlihat serius, tapi dia adalah pemimpin yang dihormati. Lalu ada Pak Iksan, seorang kuli bangunan bertubuh kekar dan kulit sawo matang, usianya sekitar 40-an. Kemudian ada Pak Hasan, seorang petani yang sudah berumur 50-an, dengan wajah keriput dan senyum ramah. Dan yang membuat saya sedikit lega, Ustadz Firman juga sudah ada di sana, dia sedang merapikan cangkir teh. Terakhir, ada Pak Bagas, seorang polisi berusia 36 tahun, perawakannya tegak dan ototnya terbentuk, dengan rambut cepak dan tatapan mata yang tajam.
"Assalamu'alaikum," sapaku, berusaha terdengar setenang mungkin.
"Wa'alaikumussalam," jawab mereka serentak.
Saya mengambil tempat duduk di bangku kayu panjang yang agak gelap. Saya berusaha duduk dengan hati-hati, agar tidak menekan lubang pantatku yang masih sakit. Posisi dudukku pasti terlihat aneh, sedikit miring, seolah saya sedang tidak nyaman.
Pak RT yang sedang menyeruput kopi, melirikku dengan tatapan curiga. "Ada apa, Ustadz Ardy? Kok duduknya aneh begitu?" tanyanya, suaranya berat.
Saya sedikit terlonjak. "Ah, tidak apa-apa, Pak RT. Cuma pegal sedikit di pinggang." Saya berusaha tersenyum, tapi rasanya senyum saya kaku.
Pak Bagas, yang duduk di samping Pak RT, juga melirikku. Matanya yang tajam menelusuri leherku. Saya tahu ada yang tidak beres. Bekas cupangan dari gigitan Ian pasti masih terlihat jelas di sana. Saya lupa menutupi atau menghilangkannya.
"Ustadz Ardy ini lehernya kenapa itu, merah-merah?" tanya Pak Bagas, nadanya penuh selidik. Jemarinya terangkat, seolah ingin menyentuh leherku.
Darah panas langsung mengalir ke wajahku. Saya mencoba menutupi leherku dengan tangan, tapi terlambat. Pak Bagas sudah melihatnya. Ustadz Firman, Pak Iksan, dan Pak Hasan sedang asyik mengobrol di ujung bangku, tampaknya belum menyadari kegelisahanku.
"Ah, ini... digigit nyamuk besar, Pak Bagas. Maklum, di kebun," jawabku, berusaha mencari alasan yang masuk akal.
Pak Bagas tidak langsung percaya. Dia hanya menyeringai tipis, matanya menjelajahi tubuhku. Kebetulan, saya duduk di sisi yang agak jauh dari mereka. Dan di bawah cahaya itu, Pak Bagas tiba-tiba mengerutkan kening.
Dia menunduk, menatap ke arah pantatku. Sial. Saya bisa merasakan sedikit cairan kental merembes keluar dari lubang pantatku dan membasahi kain jubah hitam saya. Sperma dari geng Ian masih terus keluar. Kain jubah yang hitam membuat noda itu tidak terlalu kentara di kegelapan, tapi jika posisinya tepat di pantat pasti akan terlihat mencurigakan.
Mata Pak Bagas langsung membelalak. Dia melihat noda basah di jubahku. Bibirnya sedikit terbuka, dan ia menatapku dengan tatapan kaget bercampur nafsu yang mendadak. Raut wajahnya berubah total. Dari raut polisi yang waspada, menjadi raut pria lapar.
"Ustadz Ardy," bisiknya, suaranya rendah dan serak, "Kenapa jubahnya basah di bagian belakang?"
Saya terdiam. Tidak ada alasan yang bisa saya berikan. Saya hanya bisa menunduk, merasa malu yang luar biasa.
Pak Bagas menoleh ke arah Pak RT, dan dengan isyarat mata, ia memberi kode. Pak RT yang cerdas langsung mengerti. Dia melihat ekspresi Pak Bagas, lalu menatapku, dan pandangannya jatuh ke noda di jubahku. Matanya juga membelalak.
"Oh, Ustadz Ardy... ini..." kata Pak RT, suaranya tertahan, menyentuhnya noda di jubahku. dan mencium bau bau sperma
Suasana langsung terasa tegang. Ustadz Firman, Pak Iksan, dan Pak Hasan yang tadinya mengobrol asyik, kini menoleh ke arah kami.
"Ada apa ini?" tanya Ustadz Firman.
Pak RT dan Pak Bagas tidak menjawab. Mereka hanya saling pandang, lalu menatapku dengan tatapan penuh nafsu yang tidak bisa disembunyikan. Tubuhku langsung merinding. Saya tahu apa yang akan terjadi.
"Ustadz," bisik Pak Bagas, suaranya berat dan mengancam. "Ikut kami sebentar."
Sebelum saya sempat menolak, Pak Bagas dan Pak RT langsung menarikku. Pak Bagas mencengkeram lenganku dengan kuat, sementara Pak RT mendorong punggungku. Kami berjalan melewati kegelapan menuju bilik kecil di belakang pos ronda, yang biasanya digunakan untuk menyimpan peralatan kebersihan dan beberapa bangku cadangan. Bilik itu pengap dan sangat gelap.
"Mau ke mana ini?" tanya Ustadz Firman, bingung.
"Ustadz Ardy mau buang air kecil sebentar, Ustadz Firman. Perutnya agak mulas," jawab Pak RT, memberikan alasan yang terburu-buru.
Ustadz Firman mengerutkan kening, tapi tidak menaruh curiga lebih jauh.
Kami masuk ke dalam bilik gelap itu. Pak Bagas langsung menutup pintu, dan kegelapan total menyelimuti kami. Aroma debu dan barang-barang bekas langsung menusuk hidung.
"Apa maksud kalian ini?!" bisikku, berusaha melepaskan diri.
"Sssst... jangan banyak omong, Ustadz," kata Pak Bagas, suaranya penuh ancaman. "Kami sudah tahu rahasiamu. Daripada berisik di sini, lebih baik Ustadz nikmati saja."
Pak Bagas langsung menyibakkan jubahku dengan kasar. Jubah hitam itu melorot dari bahuku, dan saya telanjang bulat di kegelapan. Kontol saya yang sedikit tegang karena ketakutan dan gairah, kini terlihat, berdenyut-denyut. Bulu kontol saya yang lebat menjalar hingga ke pusar, terlihat samar dalam gelap. Dada bidangku dengan otot yang terbentuk dari bertani, kini terpampang tanpa penghalang.
"Wow! Benar kan dugaan saya!" desah Pak Bagas, suaranya penuh nafsu. "Ustadz memang lonte!" serunya mencubit puting ku secara keras, sensasi cubitannya membuat puting ku yang sedang sensitif karena abis menjadi bahan geng ian kini terasa lebih sensitif lagi.
"akhhh" desah ku yang lolos.
"jirrr ngedesah bangsat" seru pak bagas yang semakin berani mencubit puting ku.
"Jadi benar ya, Ustadz. Pantas saja tadi duduknya aneh. Ternyata lubangnya habis diisi kontol orang," timpal Pak RT, suaranya berat dan menjijikkan.
"lihat ini pak bahkan pantatnya masih ada sisa sperma" seru pak bagas.
"ssperma sebanyak ini kira-kira beara banyak yang pake jir" ucap pak RT yang membuat ku diam karena malu.
Pak Bagas tidak membuang waktu. Dia langsung mendorongku hingga bersandar di kursi kayu yang dingin dan kasar. Lalu, dia melorotkan celana panjangnya. Kontol-nya yang kekar, panjang, dan keras langsung melonjak keluar. kontol orang dewasa emang beda, bahkan lebih besar dari pada kepunyaan ian dan kawan-kawannya.
"Aku duluan, Ustadz," bisik Pak Bagas.
Dia mengangkat kakiku satu per satu, meletakkannya di bahunya. Posisi ini membuat lubang pantatku terpampang jelas di hadapannya. Saya bisa merasakan kontol-nya yang hangat dan keras menusuk-nusuk di antara paha saya.
Pak Bagas meludah sedikit ke ujung kontol-nya, lalu perlahan mulai mendorongnya masuk ke lubang pantatku.
"Ahhh! stsss akhhhh Pak Bagas... pelan-pelan..." desahku, menahan suara agar tidak berisik. Saya merasakan sensasi perih yang bercampur kenikmatan luar biasa saat kontol-nya menusuk masuk ke dalam lubang saya. Rasanya penuh, sesak, namun sangat memuaskan. Setiap inci kontol-nya yang masuk terasa membakar dan meregangkan, menciptakan tekanan yang memabukkan.
pak RT tidak ketinggalan dia pun melepas celanannya, kontolnya yang tegak berdiri kokoh dengan sempurna. dia berdiri di depan wajah ku. menyodorkan kontolnya untuk di kulum. akupun mengulumnya. "stss bangsat enak banget"
Pak Bagas menghela napas panjang saat kontol-nya masuk sepenuhnya. "Ahhh... Ustadz... ketat sekali... nikmatnya... hooo stsss akhhh anjingggg" desahnya, suaranya serak, berusaha menahan suara.
Dia mulai menggerakkan pinggulnya, menggenjotku dengan tempo yang lambat namun pasti, berusaha agar tidak mengeluarkan suara terlalu keras. Plok! Plok! Plok! Suara kulit kami yang beradu dan desahan kami yang tertahan memenuhi bilik sempit itu, menciptakan irama seks yang primal. Setiap dorongan Pak Bagas terasa dalam dan penuh, mengenai titik-titik sensitif di dalam lubang pantatku**, membuatku melenguh dan melengkung tak terkontrol.
"Akhhh! Pak Bagas! Enakkk! Terus! Jangan berhenti! Tusuk aku!" desahku tak terkontrol di sela sela aku mengisap kontol pak RT, kepalaku mendongak ke atas, mataku terpejam rapat. Tanganku mencengkeram erat bahu Pak Bagas, kukuku menusuk kulitnya.
Pak Bagas semakin mempercepat genjotannya, dorongannya semakin kuat dan agresif, namun tetap berusaha menjaga agar tidak terlalu berisik. Dia memegang pinggangku erat, mendorongku ke dinding setiap kali dia menusuk lebih dalam, membuat tubuh kami beradu dengan suara berdebam yang teredam. Keringat membasahi tubuh kami berdua.
"S-t-s-s... akhhh! Ustadz... kamu... kamu bajingann.." desahnya, suaranya serak karena gairah, nyaris tak berbentuk kata.
Aku bisa merasakan kontol saya yang sudah tegang berdenyut-denyut. Kenikmatan ini terlalu dahsyat, terlalu memabukkan. Aku menunduk, mencium kening Pak Bagas, lalu turun ke bibirnya. Kami berciuman lagi di sela-sela genjotan, lidah kami saling beradu, bertarung dalam ciuman yang panas dan penuh nafsu, berusaha agar tidak mengeluarkan suara.
"Aku... aku tidak tahan lagi, Ustadz... aku mau crott..." desah Pak Bagas, suaranya tercekat oleh kenikmatan, nyaris tak terdengar.
"Ayo! Crott saja, Pak Bagas! Aku siap! Crott di dalamku!" desahku, tubuhku mengejang hebat, juga berusaha menahan suara.
Dan bersamaan dengan itu...
CROTTTT! CROTTTT! CROTTTT!
CROTTTT! CROTTTT! CROTTTT!
Sperma Pak Bagas muncrat deras ke dalam lubang pantatku, memenuhi setiap rongga dengan kehangatan yang luar biasa. Saya merasakan tubuh saya mengejang hebat, dan kontol saya sendiri juga muncrat deras, membasahi perut dan paha Pak Bagas, terengah-engah, tubuh kami lemas dan berkeringat. Napas kami memburu, tapi ada senyum puas dan terlena yang terukir di wajah kami.
Kami berdua diam sejenak, menikmati sisa-sisa kenikmatan yang baru saja terjadi. Aroma sperma dan keringat bercampur dengan bau apek di udara, memenuhi bilik sempit itu.
"Gila, Ustadz," bisik Pak Bagas, suaranya lemah. "Enak sekali pak cobain."
Saya hanya mengangguk, masih terengah-engah.
Tiba-tiba, Pak RT yang tadinya hanya berdiri mengawasi, kini melangkah ke pantatku. Kontol-nya yang agak gemuk tapi panjang dan keras langsung menyembul. Ia sudah tegang berat. bahkan saat aku mengulumnya aku dapat merasahkan precumnya mengalir terus menerus.
"Sekarang giliran saya, Ustadz," kata Pak RT, suaranya berat dan penuh nafsu.
Pak Bagas menarik kontol-nya keluar dari lubang pantatku. Sensasi kosong itu langsung membuatku merindukan kontol yang lain. Pak RT mendorong Pak Bagas sedikit mereka bergganti posisi pak bagas kini berada di depan ku menyodorkan kontolnya untuk ku hisap sedangkan pak RT mengganti posisi pak bagas, kontol-nya langsung menekan lubang pantatku.
"Ahhh! Pak RT!" desahku, merasakan kontol Pak RT masuk ke dalam lubang pantatku yang sudah basah dan perih.
Pak RT mulai menggenjot dengan kuat dan penuh nafsu. Plok! Plok! Plok! Suara kontol Pak RT yang beradu dengan lubang pantatku memenuhi bilik. Sementara itu, Pak Bagas di depanku, menyodorkan kontolnya aku pun mengisap dengan lihai. membuat kontol yang sensitif karena abis muncrat terasa geli.
"bangsat geli banget jirr" seru pak bagas
Saya merasakan dua kontol sekaligus memenuhi lubang pantatku. Kontol Pak RT yang gemuk di bagian belakang, dan kontol Pak Bagas yang sedang menghisap kontol saya di depan. Kenikmatan ini terlalu dahsyat. Saya benar-benar dibuat seperti lonte murahan, melayani nafsu dua orang sekaligus.
"gimana rasa kontol ku, lonte!" tanya Pak RT, suaranya berat.
"stss akhh Aaaku suka kontol, Pak RT! Tusuk aku! Lebih dalam! stsss hohhh" desahku, tubuhku melengkung. Saya berusaha menggoyangkan pantatku, membantu dorongan Pak RT.
aku menghisap kontol pak bagas dengan brutal, membuat saya mendesah keras. "Ahhh! Pak Bagas! Enakkk!"
"Akhh stss bangsat aku mau keluar!" seru Pak RT.
CROTTTT! CROTTTT! CROTTTT!
Sperma Pak RT muncrat deras ke dalam lubang pantatku. Saya mengejang hebat, dan pak bagas tidak mau tertinggal dia mendorong kontolnya lebih dalam. aku dapat merasakan bahwa kontol tersebut masuk sampai kerongkongan ku. nafas ku sesak dan dia pun Crott di mulut ku. spermanya mengalir masuk.
"akhhh telan ini lonte" serunya. aku pun berusaha menelan spermanya. asin, amis. tapi terasa nikmat di mulut ku.
Kami bertiga terengah-engah, tubuh kami lemas, berkeringat, dan bermandikan sperma. Saya tergeletak di lantai bilik yang kotor, napas saya memburu. Lubang pantatku terasa penuh dan sakit, namun juga sangat puas. Saya baru saja diperkosa secara brutal oleh dua orang sekaligus, namun tubuh saya telah merespons dengan kenikmatan yang tak bisa saya pungkiri.
Setelah beberapa saat, kami bertiga membersihkan diri seadanya dengan beberapa lembar tisu yang saya temukan di sudut bilik. Saya memakai jubah hitam saya lagi, dan Pak RT serta Pak Bagas memakai celana mereka.
"Ustadz," kata Pak RT, suaranya puas. "Sepertinya Ustadz harus pulang duluan. Bilang saja perutnya sakit."
Saya mengangguk, masih lemas. "Baik, Pak RT. Terima kasih."
Saya melangkah keluar dari bilik dan berjalan melewati pos ronda. Ustadz Firman, Pak Iksan, dan Pak Hasan sedang asyik mengobrol, tidak menyadari apa yang baru saja terjadi.
"Ustadz Ardy mau ke mana?" tanya Ustadz Firman.
"Perut saya agak sakit, Ustadz Firman. Mau izin pulang duluan," jawabku, berusaha terdengar meyakinkan.
"Oh, begitu. Ya sudah, hati-hati di jalan ya, Ustadz," kata Ustadz Firman, tampaknya percaya.
Saya mengangguk, lalu bergegas pergi. Di belakang saya, saya mendengar Pak RT dan Pak Bagas kembali bergabung dengan obrolan mereka, seolah tidak terjadi apa-apa.
Saya berjalan pulang dalam kegelapan malam, tubuhku lemas, lubang pantatku perih, dan mulutku masih terasa sisa sperma. jalan ku bahkan terlihat aneh sekarang karena pantat ku yang perih dan becek. Saya tahu, saya telah jatuh terlalu dalam ke dalam jurang dosa ini. Dan yang paling mengerikan, saya tidak bisa berhenti menikmatinya.
---

.png)



Panas anjirr
ReplyDeleteMakin seru
ReplyDelete