Ketika saya tiba di rumah, jam dinding menunjukkan pukul 12 malam lebih. Penampilanku pasti sudah sangat acak-acakan. Jubah hitamku kusut, rambutku sedikit berantakan, dan langkahku terasa aneh, seolah ada yang mengganjal di lubang pantatku.
Istriku, yang memang menungguku pulang ronda, langsung menghampiri dengan raut cemas. "Mas, kok sudah pulang? Kenapa acak-acakan begini? Jalannya juga aneh. Ada apa?" tanyanya, suaranya penuh kekhawatiran.
Darahku langsung berdesir dingin. Saya harus berbohong. "Astaghfirullah, Dik. Tadi saya terpeleset di jalan yang becek dekat kebun singkong itu. Untungnya tidak parah, tapi pantat saya terbentur, jadi agak sakit. Makanya saya minta izin pulang duluan."
Istriku masih menatapku curiga, tapi dia tidak bertanya lebih jauh. "Ya Allah, Mas. Makanya kalau jalan hati-hati. Sudah, sana cepat mandi. Badannya pasti kotor."
"Iya, Dik," jawabku, berusaha tersenyum meyakinkan. Saya langsung bergegas masuk ke kamar mandi.
Di dalam kamar mandi, saya mengunci pintu rapat-rapat. Dengan tangan gemetar, saya melepaskan jubah hitam yang sudah kumal. Di bawah cahaya lampu kamar mandi yang terang, saya bisa melihat berbagai cupangan dan bekas gigitan di leher, bahu, dan dadaku. Jejak-jejak dosa yang baru saja kulakukan. Tubuhku yang tegap dan berotot kini penuh tanda kepemilikan orang lain.
Saya menunduk, lalu berjongkok. Perlahan, saya mengejan, membiarkan sisa-sisa sperma dari lubang pantatku mengalir keluar. Rasanya seperti banjir. Cairan kental itu terus meluncur, membasahi lantai kamar mandi. Mereka benar-benar mengisiku sampai penuh. Saya membilasnya dengan air, mencoba membersihkan setiap jejak cairan kental itu.
Saya membersihkan diri secepat mungkin, berusaha menghilangkan setiap bukti yang bisa menimbulkan kecurigaan. Setelah selesai, saya mengambil dua handuk. Satu handuk saya gunakan untuk melilit kontol saya yang masih sedikit bengkak dan sakit, menutupi bulu kontolku yang lebat hingga ke pusar. Handuk yang lain saya lilitkan di tubuh bagian atas, menutupi dada, bahu, dan leher yang penuh cupangan.
Ketika saya keluar dari kamar mandi, istriku masih menungguku di kamar. Dia melihatku dengan dua handuk melilit tubuh, dan kembali mengerutkan kening.
"Lho, Mas, kok pakai handuk begitu? Ini kan sudah malam. Tidak dingin?" tanyanya.
"Iya, Dik. Justru ini saya kedinginan. Habis mandi rasanya menggigil," jawabku, berusaha terdengar meyakinkan sambil menggosok-gosok lengan.
Istriku hanya mengangguk, lalu berbalik membereskan tempat tidur. Saya pun bergegas berganti pakaian, mengenakan baju tidur dan sarung, berusaha secepat mungkin menutupi setiap bekas dosa di tubuhku.
Malam semakin larut. Istriku sudah terlelap di sampingku, napasnya teratur. Saya berbaring telentang, mata menatap langit-langit kamar yang gelap. Rasa lelah seharusnya langsung membuatku tertidur, namun lubang pantatku terasa sangat kosong. Sebuah kerinduan yang aneh, sebuah kekosongan yang menuntut untuk diisi. Meskipun baru saja diperkosa dan bermandikan sperma, sensasi penuh itu kini lenyap, meninggalkan rasa hampa yang tidak nyaman.
Saya tahu apa yang bisa mengisinya. Perlahan, saya menggerakkan tangan kananku ke bawah sarung, meraba kontol saya yang sudah mulai mengeras lagi. Saya mulai mengocoknya pelan, berusaha tidak membuat suara agar istriku tidak terbangun. Gerakan tanganku naik turun, membelai batang kontol saya yang panas dan berdenyut. Bayangan kontol Ian yang besar, sentuhan kasar Rudi, hisapan Joko, tusukan Agus, dan genjotan Budi, semua itu kembali menghantuiku, memicu gairah yang semakin membakar.
Kontol saya semakin tegang, membesar, dan precum mulai menetes. Saya mempercepat kocokanku, memompa kontol saya naik turun dengan irama yang semakin cepat. Desahan tertahan keluar dari mulutku. Saya menahan napas, berusaha meredam setiap suara yang keluar.
"Ahhh... enakkk..." bisikku, nyaris tak terdengar.
Saya bisa merasakan kontol saya berdenyut hebat, siap untuk crott. Saya sudah menyiapkan beberapa lembar tisu di meja dekat kasur.
CROTTTT! CROTTTT! CROTTTT!
Sperma saya muncrat deras, membanjiri tisu di tangan saya. Saya menumpahkan semua cairan putih kental itu ke atas tisu, berusaha agar tidak ada setetes pun yang jatuh ke kasur atau mengenai istriku. Rasa lega dan puas yang luar biasa langsung menjalar ke seluruh tubuhku, membuang semua ketegangan dan hasrat yang tertahan.
Dengan cepat, saya melipat tisu yang basah oleh sperma, lalu menyelipkannya jauh ke bawah kasur, menyembunyikannya di antara pegas dan alas kasur. Saya tidak ingin ada jejak.
Setelah semua hasrat terpuaskan dan kontol saya kembali lemas, rasa lelah yang luar biasa perlahan datang menghampiri. Kelopak mataku terasa berat. Malam ini terlalu panjang, terlalu banyak dosa yang kulakukan dan kenikmatan yang kurasakan.
Saya memejamkan mata, membiarkan kegelapan menelanku. Dalam hati, saya tahu, ini semua tidak akan pernah berakhir. Ketagihan ini, dosa ini, akan terus menghantuiku, menjadi bagian tak terpisahkan dari diriku. Saya, seorang Ustadz, kini tenggelam dalam lubang kenikmatan terlarang.
Dan hal yang tidak bisa saya bantah bahwa saya benar-benar tidak bisa lagi terlepas dari dosa itu. Seakan itu sesuatu yang sudah tertancap mantap pada jiwaku.
Bersambung......





Sorry guys. Karna kerjaan jadi susah banget buat fokus nulis...
ReplyDeleteOke lah. Tapi tetep lanjut ya
Delete